Thursday 15 July 2010

Mandi di Selokambang yang Legendaris ;)















Jangan mengaku pernah ke kota Lumajang kalau nggak mampir ke Selokambang! Hehe…

Ya, berkunjung ke Lumajang tak lengkap rasanya kalau nggak singgah ke pemandian alam yang jadi ikon kota pisang ini. Minggu (11/7) lalu, Raya sekeluarga ke pemandian Selokambang sama mbah dan sepupu-sepupu. Piknik rame-rame dari pagi (belum pada mandi ^_^) sampai tengah hari, nggelar tikar di dekat kolam anak-anak, dan nggak lupa bawa bekal. Karena musim liburan, tiket masuk yang biasanya Cuma 3000 perak, naik jadi 5000! Ckckck…

Untuk mencapai pemandian yang letaknya 7 km dari pusat kota ini sangat mudah. Bisa naik angkot, bawa kendaraan pribadi, naik ojek, atau naik kereta sewaan. Jalan kesana juga mulus.

Begitu masuk, Raya langsung minta beli pelampung khusus anak2. Ada sih yang disewakan seribu rupiah per biji, tapi buat orang dewasa. Raya beli dua macem, satu pelampung rompi seharga 20 ribu, satu lagi pelampung bebek seharga 15 ribu, biar nggak berebut sama sepupu-sepupu….

Ini pertama kalinya Raya berenang (tepatnya mandi, wkwkwk) ke Selokambang. Tapi kalau mengunjungi, ini yang kedua (pertama kesini nggak renang, Cuma jalan-jalan aja). Ada yang berubah dari pemandian alam yang terletak di desa Purwosono ini. Kalau dulu kolam anak berdampingan dengan kolam utama (dewasa), sekarang kolam anak terpisah jauh. Kolam anak yang dulu sudah nggak ada, sudah ditutup semen. Itu saja sih yang berubah. Yang lain, seperti ‘bangkai’ pesawat tempur, penjual tahu petis dkk, masih eksis, hehe.

Puas berenang, seperti biasa, jajan tahu petis panas (asli baru ngangkat dari penggorengan). Kali ini karena bawa bala tentara sekompi, belinya seember. Meski dari rumah bawa bekal, tetep aja ludes. Kalap semua sih… ;)

Selanjutnya, naik perahu sepeda…!

Meski antri lumayan lama, raya keukeuh minta naik perahu sepeda/sepeda air berbentuk bebek. Pengen ngerasain naik ‘bebek’ keliling danau. Dengan tiket 5000 per perahu selama 15 menit, raya ngajak ayah bunda (hihihi, ayah bunda bagian ngayuh, raya ongkang2 di leher si bebek). Selain bebek, ada juga bentuk naga dan kodok. Oiya, kalau lagi sepi kadang perahu ini nggak beroperasi. Makanya raya beruntung banget, ke sini pas perahu sepedanya beroperasi.

Seger banget mandi di Selokambang, soalnya air kolam bukan dari PDAM, tapi langsung memancar dari sumber mata air di bawah pohon beringin yang terletak di kawasan pemandian. Pemandangan yang indah, air yang jernih plus bersih, dan udara yang sejuk, membuat mata dan hati jadi ikut adem. Hmmmm…

Legenda Selokambang

Buat yang baru dengar kata “Selokambang” mungkin heran dan bertanya-tanya, seperti apa kawasan pemandian yang luasnya sekitar 12 hektar itu. kata selokambang sendiri berasal dari kata ‘selo’ yang artinya batu, dan ‘kambang’ yang artinya mengapung (mungkin filosofinya begini, orang yang berenang di sana seperti batu yang mengapung, nggak akan tenggelam, hehe ngaco).

sejarahnya, konon menurut legenda yang dipercaya masyarakat Lumajang, pada zaman dahulu daerah ini diperintah oleh Adipati Arya Wiraraja sebagai hadiah dari Kerajaan Majapahit karena jasa-jasanya. Sang Adipati mempunyai putra sebagai ahli warisnya yang dikenal dengan sebutan Empu Nambi. Dalam kekacauan yang terjadi kemudian, Empu Nambi dan keluarganya tewas. Salah seorang bawahannya, Demang Ploso, berhasil melarikan diri dengan meninggalkan begitu saja harta kekayaannya.
Seorang abdi kinasih (pembantu yang disayangi) Demang Ploso menyelamatkan sebagian harta yang ditingggalkan tersebut, yaitu berupa aneka ragam perhiasan berharga. Ia membawanya sambil mencari tempat Ki Demang sembunyi. Karena begitu banyak dan beratnya harta yang dibawa, si abdi itu ingin menyembunyikannya di suatu tempat agar perjalanannya mencari Ki Demang menjadi lebih mudah dan lincah. Ia kemudian menemukan satu batu sebesar kerbau di tepi danau dan ingin menyembunyikan harta tersebut di tempat itu. Namun, ternyata tidak mudah melakukannya karena batu tersebut sangat berat.

Lokasi batu itu dekat padepokan Empu Teposono yang dikenal sakti. Selanjutnya, atas permintaan abdi tersebut, Sang Empu kemudian membantu menyingkirkan batu. Setelah bersemedi sejenak, Empu Teposono dengan menyandang keris "aji pameleng" dan tongkat "gemiling" secara mudah menggeser batu tersebut masuk ke danau. Yang menarik, batu itu tidak tenggelam melainkan terapung di sana. Danau tersebut oleh masyarakat lalu diberi nama Selokambang (batu terapung), yang kemudian semakin membesar dan batunya hancur dimakan waktu. Selokambang tetap lestari menjadi nama danau itu sampai saat ini.
* * *

1 comment:

  1. Ada legendanya juga ya mak ternyata, btw ...koq ya ada "bangkai" juga ya :D

    ReplyDelete