Tuesday 29 December 2009

Raya On Vacation (Part.2: Berpetualang di Belantara Borneo)

Bukit Bangkirai, Pukul 16.00 Wita
Cuaca yang tadinya cerah, tiba-tiba berubah mendung ketika rombongan kami sampai di bukit Bangkirai. Agak was-was juga kalau hujan benar-benar turun. Karena itu artinya, nggak akan bisa naik ke jembatan gantung (canopy bride)—andalan tempat wisata ini—yang ada di tengah hutan. Sudah lama bunda ingin ke tempat ini. Tepatnya sejak bukit Bangkirai ditayangkan di program ‘Indonesian Archipelago’-nya Metro TV setahun yang lalu. Bunda penasaran, seperti apa rasanya berada di atas jembatan yang tingginya 30 meter itu.
Bukit Bangkirai adalah kawasan wisata alam yang dikelola PT. Inhutani I Unit I Balikpapan. Kawasan wisata ini terletak di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Bukit Bangkirai dapat ditempuh melalui perjalanan darat selama 1,5 jam dari Kota Balikpapan. Wisata ini menawarkan pesona hutan hujan tropis yang masih alami, yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana wisata seperti restoran, lamin untuk pertemuan, kolam renang, serta cottage maupun jungle cabin. Di kawasan ini terdapat canopy bridge (jembatan tajuk/gantung) sepanjang 64 m yang digantung menghubungkan 5 pohon Bangkirai di ketinggian 30 m. Jembatan ini merupakan yang pertama di Indonesia, kedua di Asia dan yang kedelapan di dunia. Konstruksinya dibuat oleh pakar canopy bride dari Amerika Serikat.


Ketika menelusuri jalan setapak di Bukit Bangkirai, Raya menemukan aneka jenis pohon langka khas Kalimantan yang terdapat di kawasan hutan itu. Ada pohon ulin atau kayu besi (eusideroxylon zwageri), meranti merah (shorea pauciflora), kayu hitam atau eboni (diospyros buxifolia), kruing (dipterocarpus cornutus), dan tentu saja bangkirai (shorea laevis). Menurut informasi, populasi bangkirai di sini tergolong banyak. Karena itulah kawasan wisata ini dinamakan Bukit Bangkirai. Uniknya, diantara pohon-pohon itu ada yang berusia lebih dari 100 tahun lho. Seperti yang sempat Raya temukan, ada pohon ulin berusia sekitar 160 tahun! Ck ck ck… keren ya. Berarti yang menanam pohon itu seusia cicit Raya….
Selain aneka pohon, sebenarnya di hutan itu juga terdapat aneka anggrek, rotan, dan sedikitnya 113 jenis burung antara lain pelatuk merah, elang hitam, tepekong rangkong, punai, raja udang, burung surga, srigunting, dan elang bondol. Satwa lain yaitu owa-owa (hylobates muelleri), ular piton, beruk (macaca nemestrina), lutung merah (presbytus rubicunda), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), kancil, dan bajing terbang. Sayang, karena keterbatasan waktu, Raya nggak bisa melihat mereka. Sudah hampir gelap sih... . Mudah-mudahan kalau ada kesempatan berkunjung kesana lagi, Raya bisa melihat mereka ^_^.
Tentang jembatan tajuk, akhirnya bunda harus rela menelan kekecewaan. Karena mulai gerimis dan waktu terbatas, keinginan bunda untuk naik ke jembatan itu pupus sudah. Untuk naik ke jembatan yang terletak di puncak bukit itu, ada beberapa aturan yang harus diperhatikan. Diantaranya, untuk melewati jembatan pada saat bersamaan maksimal hanya boleh dua orang, dan jarak antara satu orang dengan yang lainnya harus lima meter. Lha kami berombongan lebih dari 50 orang. Kalau ingin naik semua, kebayang dong lamanya…hehe.


Tiket naik ke jembatan itu Rp 15.000 untuk turis domestik dan Rp 30.000 untuk turis mancanegara. Untuk mencapai jembatan, kita harus meniti 139 anak tangga yang terbuat dari kayu ulin dengan konstruksi mengitari pohon bangkirai yang tingginya sekitar 60-70 meter. Di puncak tangga ada menara untuk menikmati pemandangan sekitar. Kebayang dong serunya menikmati keindahan alam ciptaan Allah ini dari ketinggian. Seluas mata memandang hijau seperti hamparan permadani. Jadi nggak habis pikir, kenapa ada orang yang tega membabat hutan habis-habisan, melakukan pembalakan liar, bahkan membakarnya! Padahal merusak alam sama saja dengan mendekatkan diri pada bencana. Betul nggak?
Bukit Bangkirai adalah salah satu hutan yang masih terjaga. Semoga lestari selamanya…

No comments:

Post a Comment